
Kita sering mendengar orang berkata, “Aku stres, jadi makan lebih banyak.” Tapi tahukah Anda bahwa stres tidak hanya memengaruhi nafsu makan, tetapi juga mengubah cara tubuh menyimpan lemak? Ini bukan sekadar mitos—penelitian ilmiah membuktikan bahwa tekanan psikologis berkepanjangan dapat menyebabkan kenaikan berat badan, bahkan jika Anda tidak makan berlebihan.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa peran hormon, kebiasaan, dan gaya hidup dalam prosesnya? Mari kita telusuri hubungan kompleks antara stres dan kegemukan.
1. Hormon Kortisol: Si Pemicu Lemak Perut
Saat stres, tubuh melepaskan kortisol—hormon yang mempersiapkan kita untuk menghadapi ancaman (respons “fight or flight”). Dalam jangka pendek, ini membantu. Namun, jika stres menjadi kronis, kadar kortisol yang tinggi menyebabkan:
- Penumpukan lemak visceral (lemak di sekitar perut) yang berbahaya bagi jantung.
- Peningkatan nafsu makan, terutama keinginan akan makanan manis & berlemak.
- Penurunan sensitivitas insulin, yang memicu resistensi insulin dan diabetes.
Fakta menarik: Orang dengan pekerjaan tinggi stres cenderung memiliki lingkar pinggang lebih besar, meski pola makan mereka terkontrol.
2. Emotional Eating: Pelarian yang Berujung pada Kenaikan Berat Badan
Stres tidak hanya mengacaukan hormon, tetapi juga memengaruhi perilaku makan. Banyak orang menggunakan makanan sebagai comfort mechanism, terutama:
- Makan tanpa sadar (ngemil sambil bekerja atau menonton).
- Kecanduan gula & karbohidrat olahan karena memberikan kepuasan instan.
- Kurang tidur, yang memperparah keinginan mengonsumsi junk food.
Studi dari University of California menemukan bahwa orang yang kurang tidur cenderung memilih makanan berkalori tinggi saat stres.
3. Metabolisme Melambat: Efek Stres pada Pembakaran Kalori
Tubuh yang terus-menerus tegang memasuki mode bertahan hidup, di mana:
- Pembakaran kalori lebih lambat karena tubuh berusaha menyimpan energi.
- Otot lebih mudah berkurang, terutama jika stres disertai kurang gerak.
- Pencernaan terganggu, menyebabkan kembung dan penyerapan nutrisi tidak optimal.
Ini menjelaskan mengapa beberapa orang tetap gemuk meski sudah mengurangi porsi makan.
4. Cara Memutus Siklus Stres-Gemuk
✓ Kelola Kortisol dengan Relaksasi
- Teknik pernapasan 4-7-8 (tarik napas 4 detik, tahan 7 detik, buang 8 detik).
- Meditasi atau yoga untuk menenangkan sistem saraf.
✓ Ganti Kebiasaan Emotional Eating
- Minum air putih saat ingin ngemil (dehidrasi sering disalahartikan sebagai lapar).
- Kunyah permen karet bebas gula untuk mengalihkan keinginan makan.
✓ Tidur Cukup & Olahraga Teratur
- Tidur 7-8 jam membantu menyeimbangkan hormon ghrelin & leptin.
- Latihan intensitas sedang (jalan cepat, bersepeda) mengurangi kortisol.
✓ Pilih Makanan Pendukung Mood
- Omega-3 (ikan, alpukat) → mengurangi peradangan akibat stres.
- Probiotik (yogurt, kimchi) → menjaga kesehatan usus yang terkait dengan produksi serotonin.
5. Kesimpulan
Stres dan kegemukan adalah lingkaran setan—semakin Anda stres, semakin berat badan naik, dan semakin berat badan naik, semakin Anda stres. Kuncinya bukan sekadar diet, tapi manajemen stres yang baik.
Mulailah dengan langkah kecil: tidur lebih awal, berjalan kaki 10 menit sehari, atau sekadar menarik napas dalam saat tekanan datang. Tubuh dan pikiran yang seimbang adalah fondasi berat badan ideal.
“Jangan biarkan stres mengendalikan tubuh Anda. Kendalikan stres sebelum ia menggemukkan Anda.”