Transformasi Ormas Islam: Saatnya Beralih dari Mobilisasi ke Partisipasi Politik

Yulia

Updated on:

Mobilisasi politik merupakan fenomena yang umum dalam sejarah politik Indonesia, baik pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto maupun di era Reformasi. Selama Orde Baru, mobilisasi politik difokuskan pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan TNI Polri untuk mempertahankan kekuasaan rezim. Sementara di era Reformasi, mobilisasi tetap terjadi, di mana berbagai kontestan politik, terutama mereka yang berkuasa, berlomba-lomba memobilisasi massa melalui berbagai kelompok atau organisasi yang memiliki basis dukungan kuat.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (keempat kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (ketiga kanan) saat bersilaturahim di Kantor Pusat PBNU, Jakarta.

Dalam konteks ini, organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memegang peranan penting karena memiliki sejarah panjang dalam mobilisasi politik strategis. Meskipun bukan partai politik, peran keduanya sangat signifikan dalam politik Indonesia.

NU dan Muhammadiyah: Pilar Pendidikan dan Politik

Kontribusi kedua organisasi tersebut terhadap sektor pendidikan di Indonesia sangat besar. NU dengan jaringan pesantren yang tersebar di seluruh negeri, serta Muhammadiyah dengan ribuan sekolah dan perguruan tinggi, telah berperan dalam membentuk fondasi pendidikan nasional. Namun, seiring dengan pengaruh mereka yang besar, potensi massa yang dimiliki oleh kedua ormas ini sering kali dimobilisasi untuk kepentingan politik.

Saatnya kini bagi potensi besar dari warga NU dan Muhammadiyah untuk tidak lagi hanya menjadi alat mobilisasi politik semata, melainkan naik kelas menjadi partisipasi politik yang lebih rasional dan konstruktif.

Partisipasi Politik NU yang Lebih Rasional

NU memiliki potensi besar dalam kancah politik Indonesia, terutama karena massa yang dimilikinya sangat banyak dan tersebar di berbagai pelosok negeri. **Indonesia Development Research (IDR)** mencatat beberapa modal utama NU untuk pembangunan nasional, seperti nilai-nilai **Islam moderat**, **toleransi**, dan **kerukunan** yang selalu dijunjung tinggi oleh organisasi ini. Selain itu, jaringan pesantren NU yang luas menjadi bukti peran strategis mereka dalam pendidikan.

Namun, potensi ini harus terus didorong agar bergerak dari tradisionalitas menuju rasionalitas, tanpa meninggalkan akar tradisinya. Dengan pendekatan yang lebih modern dan rasional, NU dapat menjadi kekuatan besar yang tidak hanya dimobilisasi, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa.

Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kaderisasi

Untuk meningkatkan peran NU dalam partisipasi politik yang lebih berkualitas, beberapa langkah strategis perlu dilakukan, antara lain:

  1. Penguatan pendidikan, terutama melalui lembaga pendidikan tinggi seperti Universitas Nadhlatul Ulama (UNU), yang telah dirintis di masa kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid dan dilanjutkan oleh KH. Said Agil Siradj. UNU perlu mengembangkan riset dalam sektor-sektor strategis, seperti pertanian modern, yang relevan dengan kondisi masyarakat pedesaan yang menjadi basis warga NU.
  2. Pengembangan kader muda, agar siap memimpin dan berkontribusi dalam masyarakat dan organisasi, serta terlibat dalam politik dan sosial di tingkat lokal dan nasional.
  3. Membangun program-program sosial yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, seperti pemberdayaan ekonomi, kesehatan, dan dialog antaragama untuk memperkuat toleransi dan kerukunan.
  4. Edukasi politik yang berkelanjutan untuk warga NU, dengan mendorong partisipasi aktif mereka dalam pemilihan umum serta pengambilan keputusan politik.
  5. Kerja sama dengan partai politik, dengan membentuk aliansi strategis yang sejalan dengan nilai-nilai organisasi untuk memberikan ruang bagi anggota berpartisipasi secara efektif.

Menuju Partisipasi Politik yang Lebih Beradab

Selain mobilisasi, NU perlu secara aktif membangun kesadaran politik bagi warganya. Partisipasi politik yang rasional tidak hanya akan memperkuat organisasi itu sendiri, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa. Monitoring dan evaluasi atas peran politik warga NU juga penting dilakukan untuk memastikan mereka tetap sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi. Dengan langkah-langkah tersebut, NU dan Muhammadiyah dapat bertransformasi dari sekadar objek mobilisasi menjadi subjek yang berpartisipasi aktif dalam politik dan pembangunan nasional, berperan sebagai kekuatan besar yang membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsa ini.