Revisi UU Politik dengan Omnibus Law: Langkah Baleg untuk Reformasi Hukum Politik Indonesia

Yulia

Updated on:

Badan Legislasi (Baleg) DPR mengajukan usulan untuk merevisi paket delapan undang-undang terkait politik melalui pendekatan omnibus law. Wakil Ketua Baleg, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menyatakan bahwa revisi ini bertujuan menyatukan berbagai undang-undang yang saling terkait dalam satu payung hukum guna menciptakan konsistensi dan memperkuat sistem politik nasional.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung

“Saya tadi mengusulkan ya sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya,” ungkap Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Rencana revisi ini akan mencakup delapan undang-undang: UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

Doli menjelaskan, UU Pemilu bisa menjadi titik awal dalam revisi ini, mengingat UU ini berkaitan dengan proses pemilu yang menentukan partisipasi partai politik dan pembentukan lembaga keterwakilan politik. Selain itu, ia menekankan bahwa UU MD3 perlu diperkuat, terutama dalam memastikan setiap lembaga (MPR, DPR, dan DPD) memiliki undang-undang sendiri.

Doli menambahkan bahwa usulan ini sejalan dengan pandangan dari Indonesia Parliament Center, yang mengusulkan agar setiap lembaga legislatif memiliki undang-undang yang khusus untuk memperkuat perannya masing-masing dalam sistem politik. “Harusnya punya undang-undang sendiri, MPR punya undang-undang sendiri, DPR punya undang sendiri, DPD punya undang sendiri,” katanya. Revisi dengan metode omnibus law ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antar-kelembagaan serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, dan pengawasan di tingkat pusat maupun daerah.