Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Pramono Anung-Rano Karno nomor urut 3 dianggap sebagai “kuda hitam” dalam Pilkada Jakarta 2024. Penilaian ini disampaikan oleh Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Charta Politika, yang menyatakan bahwa pasangan ini memiliki potensi besar untuk menang meskipun hasil survei elektabilitas mereka saat ini masih di bawah.
Yunarto mengungkapkan bahwa sejarah Pilkada Jakarta sering kali dimenangkan oleh kuda hitam, yaitu pasangan yang pencalonannya tidak terduga dan memiliki elektabilitas rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih di Jakarta cenderung terpengaruh oleh perkembangan isu dan dinamika politik. Dalam konteks ini, debat cagub-cawagub yang disiarkan di televisi memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih.
Pramono Anung menciptakan kejutan dalam pencalonannya, terutama dengan dukungan dari PDI-P. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan PDI-P mencalonkan cagub-cawagub secara mandiri menjadi faktor kunci. Masyarakat sebelumnya mengira PDI-P akan mengusung Anies Baswedan dan Rano, serta kemungkinan Rano dipasangkan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tetapi ternyata Pramono-Rano yang terpilih.
Yunarto menilai bahwa pencalonan Pramono dan Rano yang tiba-tiba ini menarik perhatian publik, memberi peluang bagi mereka untuk meningkatkan elektabilitas. Pramono Anung, yang kurang dikenal oleh masyarakat luas, memiliki tantangan besar dalam memperkenalkan dirinya, meskipun Rano Karno yang lebih dikenal dapat menjadi daya tarik tambahan.
Dengan situasi politik yang dinamis, Pramono dan Rano memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan kehadiran mereka di media dan melakukan pendekatan kepada pemilih agar bisa meraih suara lebih banyak. Seiring dengan kemajuan dalam kampanye dan debat yang akan datang, kedua calon ini diharapkan dapat memanfaatkan momen untuk meningkatkan visibilitas dan dukungan mereka di Jakarta.