Darmansjah Djumala, Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, menyatakan bahwa komitmen terhadap diplomasi Pancasila sudah menjadi suatu keniscayaan dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan.
Dalam pernyataannya yang diterima di Pangkalpinang, Djumala menekankan bahwa Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI ke depannya perlu memfokuskan diplomasi Pancasila pada isu-isu yang bermuatan nilai kemanusiaan, gotong royong, dan musyawarah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, dalam Pers Tahunan (PPTM 2025) yang menyatakan bahwa diplomasi Indonesia akan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, seiring dengan peran strategis Indonesia di panggung internasional.
Dukung Astacita Presiden Prabowo Subianto
Djumala memberikan apresiasi atas komitmen Kemenlu yang berfokus pada penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan luar negeri. Menurutnya, langkah ini juga mencerminkan visi Astacita Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM) sebagai prioritas utama.
“Ini menunjukkan bahwa setiap kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan luar negeri, harus berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila,” ujar Djumala.
Fokus Diplomasi Pancasila ke Depan
Djumala juga menyarankan bahwa diplomasi Pancasila yang dijalankan oleh Kemenlu ke depan harus memfokuskan pada isu-isu kemanusiaan dan menciptakan kerja sama antar negara melalui gotong royong dan musyawarah, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pentingnya Pidato Bung Karno dalam Diplomasi Global
Djumala menyoroti penganugerahan status Memory of The World oleh PBB-UNESCO pada Mei 2023 untuk pidato Presiden Bung Karno di PBB, New York, pada 30 September 1960, yang berjudul “To Build the World Anew”. Pidato tersebut berisi pemikiran-pemikiran Bung Karno yang terkandung dalam Pancasila, yang menurut Djumala, relevan dalam menyelesaikan konflik global.
“Penganugerahan ini membuka ruang bagi diplomasi Indonesia untuk memperkenalkan Pancasila ke dunia internasional,” kata Djumala.
Djumala mengungkapkan bahwa pidato tersebut terbuka untuk digunakan oleh para peneliti, akademisi, dan praktisi internasional dalam mempelajari Pancasila sebagai disiplin ilmu filsafat dan politik.
Meningkatkan Diplomasi Indonesia untuk Memperkenalkan Pancasila
Djumala mengingatkan bahwa kini diplomat Indonesia harus lebih kreatif dalam memanfaatkan status Memory of The World tersebut untuk mempromosikan Pancasila sebagai solusi dalam mengatasi berbagai tantangan global melalui semangat gotong royong dan musyawarah di forum internasional.
“Diplomasi Pancasila dapat memberi inspirasi bagi negara-negara di dunia dalam mengatasi berbagai isu global,” pungkasnya.