Parliamentary Threshold di Ujung Tanduk, Menko Yusril Sebut MK Berpeluang Batalkan

Yulia

Updated on:

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi membatalkan ketentuan parliamentary threshold (ambang batas parlemen) sebesar 4 persen suara sah nasional. Hal ini menyusul putusan MK yang membatalkan ketentuan presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden) sebesar 20 persen.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menkumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra diwawancarai wartawan di sela pembukaan Muktamar VI Partai Bulan Bintang (PBB) di Denpasar, Bali, Senin (13/1/2025).

“Setelah ada putusan presidential threshold, kemungkinan besar MK juga membatalkan parliamentary threshold yang selama ini selalu dipersoalkan oleh partai-partai politik,” kata Yusril di Denpasar, Bali, pada Senin malam (13/1).

Dampak Putusan MK

Yusril menganggap bahwa putusan MK yang membatalkan ambang batas pencalonan presiden itu akan berdampak terhadap ketentuan ambang batas parlemen. Ia menyebutkan bahwa keputusan tersebut memberi harapan baru bagi partai-partai politik untuk berkembang dalam demokrasi Indonesia yang lebih sehat, di mana partai-partai memiliki peluang untuk mendapatkan wakil rakyat di DPR RI.

“Ini paling tidak memberikan secercah harapan bagi partai-partai politik, khususnya juga PBB,” ujar Yusril.

Rencana Pemerintah

Setelah putusan MK tersebut, Yusril menambahkan, pemerintah akan merumuskan norma hukum baru di bidang politik yang mengacu pada putusan MK yang final dan mengikat. Norma hukum tersebut akan diterapkan dalam pemilihan umum, baik legislatif maupun pemilihan presiden dan wakil presiden, yang nantinya tidak akan lagi memuat aturan terkait ambang batas.

“Pemerintah dengan jiwa besar harus menghormati dan menerima putusan MK itu,” kata Yusril.

Pembatasan Jumlah Fraksi di DPR

Yusril juga memberikan pendapat terkait dengan pembentukan fraksi di DPR. Ia mengusulkan agar jumlah fraksi di DPR dibatasi maksimal 10. Menurutnya, partai-partai dengan kursi kurang dari 10 persen dapat membentuk satu fraksi gabungan.

“Pendapat saya pribadi, lebih baik dibatasi jumlah fraksi di DPR, jumlah fraksinya 10 fraksi. Jadi kalau partai itu kurang dari 10 persen, dia bisa membentuk satu fraksi gabungan,” jelasnya.

Yusril berharap langkah ini dapat menciptakan struktur parlemen yang lebih efisien dan mendukung kualitas demokrasi di Indonesia.