Ombudsman Republik Indonesia (RI) menyoroti ketidakseimbangan distribusi elpiji 3 kilogram (kg) berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan di beberapa daerah, seperti Sulawesi Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Kepulauan Riau.

Dalam Rapat Koordinasi Pengawasan terkait kebijakan penyaluran elpiji bersubsidi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta PT Pertamina Patra Niaga pada Senin (10/2), Ombudsman mengungkapkan berbagai permasalahan yang masih terjadi dalam distribusi elpiji bersubsidi.
Ketidakseimbangan Distribusi dan Jarak Tempuh Masyarakat
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjelaskan bahwa pihaknya menemukan disparitas dalam penempatan pangkalan elpiji di berbagai wilayah. Beberapa pangkalan berada dalam jarak yang terlalu dekat satu sama lain, sementara di daerah lain justru minim ketersediaan pangkalan.
“Kondisi ini menyebabkan sejumlah masyarakat harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan elpiji bersubsidi,” ujar Yeka dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/2).
Selain itu, Ombudsman juga mencatat bahwa peran agen dalam menjamin ketersediaan stok masih belum optimal. Saat ini, agen lebih berfungsi sebagai distributor tanpa diwajibkan menyediakan cadangan stok elpiji. Hal ini menjadi kendala besar ketika terjadi lonjakan permintaan atau gangguan pasokan.
Ketidaksesuaian Prosedur Pengisian Ulang Elpiji
Selain distribusi yang tidak merata, Ombudsman RI juga menemukan ketidaksesuaian prosedur pengisian ulang tabung elpiji di berbagai stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE).
Beberapa temuan utama terkait pengisian ulang tabung elpiji meliputi:
- Perbedaan standar pengecekan keamanan tabung
Ada SPBE yang melakukan pengecekan dengan perendaman dalam air, sementara yang lain hanya melakukan pemeriksaan manual.
- Ketidakjelasan tanggal kedaluwarsa pada tabung elpiji
Sejumlah tabung elpiji ditemukan tanpa tanggal kedaluwarsa, yang berpotensi meningkatkan risiko keselamatan bagi pengguna.
“Standar yang berbeda-beda ini dapat mempengaruhi keamanan pengguna, karena tabung elpiji yang tidak dicek dengan benar bisa berisiko bocor atau bahkan meledak,” jelas Yeka.
Evaluasi Kebijakan Penjualan Elpiji Bersubsidi
Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan penjualan elpiji bersubsidi hanya melalui pangkalan resmi yang telah terdaftar, Ombudsman RI menilai aturan ini perlu kajian lebih mendalam.
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan sebelum menerapkan kebijakan ini secara penuh:
- Kesiapan infrastruktur pendataan, terutama dalam memastikan bahwa subsidi tepat sasaran.
- Dampak terhadap harga eceran tertinggi (HET), agar tidak membebani masyarakat dengan lonjakan harga di tingkat pengecer.
Rekomendasi Ombudsman RI
Berdasarkan temuan ini, Ombudsman RI meminta pemerintah dan Pertamina untuk segera melakukan perbaikan dalam sistem distribusi elpiji agar subsidi benar-benar tepat sasaran.
Tiga aspek utama yang perlu dibenahi meliputi:
- Pemerataan distribusi pangkalan elpiji untuk mengurangi ketimpangan akses bagi masyarakat.
- Peningkatan standar keselamatan dalam proses pengisian ulang tabung elpiji agar tidak membahayakan konsumen.
- Evaluasi kebijakan penjualan langsung melalui pangkalan dengan mempertimbangkan infrastruktur dan dampak ekonomi bagi masyarakat kecil.
Dengan adanya perbaikan ini, diharapkan masyarakat dapat memperoleh elpiji bersubsidi dengan lebih mudah, aman, dan dengan harga yang sesuai ketentuan.