Menteri Pertahanan Israel, Yoav Katz, membuat pernyataan yang sangat kontroversial pada 24 Desember 2024, yang menyoroti kebijakan agresif Israel terhadap kelompok-kelompok militan di Timur Tengah, khususnya Houthi di Yaman. Katz menyatakan bahwa Israel akan terus melancarkan serangan terhadap kelompok Houthi dengan keras, dan bahkan mengancam akan membunuh pemimpin-pemimpin Houthi dengan cara yang sama seperti yang dilakukan terhadap pemimpin-pemimpin kelompok lain yang dianggap musuh oleh Israel, seperti Ismail Haniyeh dari Hamas, Yahya Sinwar, yang juga merupakan pemimpin Hamas di Gaza, dan Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah.
Menurut Katz, Israel tidak akan ragu untuk membunuh pemimpin Houthi di kota-kota seperti Hodeida dan Sanaa, sama seperti yang mereka lakukan terhadap Haniyeh di Teheran, Sinwar di Gaza, dan Nasrallah di Lebanon. “Kami akan menyerang Houthi dengan keras dan memenggal kepala pemimpin mereka, sama seperti yang kami lakukan terhadap Haniyeh, (Yahya) Sinwar, dan Nasrallah di Teheran, Gaza, dan Lebanon, kami akan melakukannya di Hodeida dan Sanaa,” kata Katz. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Israel berencana untuk mengintensifkan intervensi militer di Yaman dan wilayah sekitarnya untuk mengatasi ancaman dari kelompok-kelompok yang mereka anggap teroris.
Selain itu, Katz juga menegaskan bahwa siapapun yang melawan Israel akan menghadapi hukuman yang sangat keras. “Siapapun yang melawan Israel akan dipotong tangannya, dan IDF (militer Israel) akan menyerangnya dan meminta pertanggungjawabannya,” ujarnya dengan nada yang penuh ancaman. Pernyataan ini memberikan gambaran tentang kebijakan keras yang diambil oleh Israel dalam menghadapi kelompok-kelompok yang dianggapnya sebagai ancaman bagi keamanan nasionalnya. Pernyataan Katz menunjukkan ketegasan Israel dalam menjaga kepentingan nasional dan merespons setiap bentuk ancaman yang datang dari kelompok-kelompok militan di kawasan Timur Tengah.
Pernyataan Katz ini juga menandai pengakuan pertama kali dari pihak Israel mengenai keterlibatan mereka dalam pembunuhan Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, yang terjadi pada 31 Juli 2024 di Teheran, Iran. Sebelumnya, Israel tidak pernah mengonfirmasi bahwa mereka berada di balik pembunuhan Haniyeh. Namun, baik pihak Iran maupun Hamas menuduh Israel sebagai pelaku pembunuhan tersebut, yang dilakukan menggunakan alat peledak yang dipasang oleh agen Israel beberapa minggu sebelum Haniyeh tewas. Haniyeh pada saat itu tengah berusaha memimpin negosiasi gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Gaza, yang bisa saja menjadikannya target bagi pihak Israel yang berusaha menghentikan setiap upaya diplomasi yang dianggap dapat merugikan mereka.
Pada 27 September 2024, Israel juga dilaporkan membunuh Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, dalam sebuah serangan udara di Beirut, Lebanon. Ini menjadi bagian dari strategi Israel untuk menghancurkan pemimpin-pemimpin militan di seluruh kawasan, sebagai respons terhadap meningkatnya serangan dari kelompok-kelompok tersebut terhadap Israel. Kemudian, pada 16 Oktober 2024, Israel membunuh Yahya Sinwar, yang merupakan penerus Haniyeh di Gaza dan juga salah satu tokoh yang dianggap mendalangi serangan besar Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut memicu perang yang masih berlangsung di Jalur Gaza, dan sinwar dianggap sebagai otak di balik serangan tersebut yang menewaskan ratusan warga Israel.
Meskipun Israel belum memberikan konfirmasi resmi mengenai peran mereka dalam pembunuhan Haniyeh, Nasrallah, dan Sinwar, pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Katz memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai strategi Israel untuk menanggapi dan menghancurkan kelompok-kelompok militan yang mereka anggap sebagai ancaman, serta upaya untuk mengurangi dampak yang dihasilkan dari serangan besar-besaran yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tersebut.
Dengan adanya pengakuan ini, Israel mungkin sedang mencoba untuk memperjelas posisi mereka dalam menghadapi ancaman dari kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hizbullah yang, menurut Israel, berperan dalam berbagai serangan terhadap negara mereka. Ketegasan yang ditunjukkan oleh Katz, meskipun kontroversial, bisa jadi merupakan sinyal bahwa Israel berkomitmen untuk memperpanjang kebijakan agresifnya di kawasan Timur Tengah guna melindungi kepentingan nasional mereka, meskipun harus menghadapi kecaman internasional.