Wacana Pembentukan Mahkamah Etika Mengemuka untuk Awasi Etika Penyelenggara Negara

Yulia

Indonesia dinilai sudah saatnya memiliki lembaga khusus yang menangani pelanggaran etika, yaitu Mahkamah Etika Nasional, untuk mengatasi masalah kerapuhan etika penyelenggara negara. Hal ini ditegaskan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, dalam diskusi yang digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 17 September 2024.

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie

Jimly mengungkapkan bahwa pentingnya penataan sistem etika di Indonesia sudah ia dorong sejak 2009. Meskipun ide pembentukan Mahkamah Etika Nasional sudah didukung oleh Ketua MPR pada pelantikan Presiden Jokowi tahun 2019, hingga kini belum ada langkah nyata dari pemerintah untuk mewujudkannya.

Jimly menekankan bahwa Mahkamah Etika Nasional dapat menjadi solusi untuk menjaga integritas pejabat publik di berbagai sektor. Ia juga menegaskan pentingnya penyusunan Undang-Undang Etika Berbangsa, yang tidak hanya akan mengatur penyelenggara negara, tetapi juga semua jabatan publik.

Pentingnya etika juga disoroti oleh Topaen Gayus Lumbuun, Hakim Agung dan Guru Besar Hukum, yang menjelaskan bahwa etika menjadi penting saat hukum tidak mampu mengatasi krisis. Sementara itu, Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin, Andi Pangerang Moenta, menambahkan bahwa budaya hukum di Indonesia masih berlandaskan pada kepatuhan karena takut pada sanksi, bukan karena internalisasi nilai-nilai etika.

Melalui BPIP, Jimly dan para pemangku kepentingan berharap dapat mempercepat pembentukan Mahkamah Etika Nasional untuk memperkuat integritas bangsa.