Gerakan “Anak Abah Anies Baswedan” kini menjadi sorotan di berbagai media, menyerukan agar masyarakat tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau mencoblos semua kotak suara sehingga mengakibatkan suara tidak sah.
Menanggapi hal ini, juru bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid, menganggap fenomena tersebut sebagai hal yang wajar. Sahrin berpendapat bahwa tindakan tidak mencoblos adalah bentuk protes terhadap keputusan para elit yang dianggap tidak mewakili kepentingan masyarakat.
“Ini adalah reaksi terhadap keputusan elit yang dinilai tidak menyerap suara dan aspirasi masyarakat yang sebagian besar mendukung Anies,” kata Sahrin melalui akun media sosial X, yang dikutip pada Senin (9/9).
“Memilih adalah hak konstitusional setiap warga negara untuk menentukan pemimpinnya. Jika tidak ada kandidat yang sesuai dengan keinginan di kertas suara, maka hak untuk memilih itu bisa digunakan atau tidak sama sekali, sesuai dengan konstitusi,” tambahnya.
Sahrin mengibaratkan situasi ini mirip dengan adanya calon tunggal di pemilihan, di mana kotak kosong disediakan untuk menampung aspirasi yang berbeda dari kandidat yang ada.
Dia menilai fenomena ketidakhadiran pemilih ini menjadi tantangan bagi pembuat undang-undang dan akademisi politik untuk mengembangkan dan memperkaya regulasi politik di Indonesia.
“Agar setiap aspirasi memiliki saluran untuk diekspresikan. Menggunakan atau tidak menggunakan hak suara adalah hak warga negara, bukan kewajiban. Dan tidak memberikan suara bukanlah tindakan pidana,” tegas Sahrin.